Search This Blog

my daily routin

my daily routin
dialog MIR

Monday, August 2, 2010

Ikutan tulis2 ach.... (RSBI)

Mumpung pagi ini lagi hujan deras.... plus hati juga lagi mendung, mending bikin2 tulisan kali yeee...

Beberapa saat yang lalu saya sempat berdialog dengan seorg teman guru di sebuah SD, dia berkata " Iya bu... itu dulu, sekarang SD kami jadi RSDBI,.....tu lo... sekolah internasional.....ibu blm baca plangnya ya...."
Jujur... saya kan orang Indonesia asli, kadang memang tidak memperhatikan hal2 kecil secara mendetail, walau sering melewati wilayah SD tersebut. Hehehehe....

Internasional? apanya? standarnya apa?
Ooooo.... Internasional bila menekankan pada penguasaan ICT dan penggunaan Bahasa Inggris pada penyampaian materinya.

Realistis aja, semahir apa siswa & guru kita menguasai bhs tersebut? Jangankan mau mengerti dengan materi yang disampaikan, untuk mengerti bhs yg digunakan saja mungkin sudah menguras lebih dari setengah energi siswa, apalagi jika harus dituntut tuntas paham pada materi yang di sampaikan....

Ooo alah..... kemana kebanggaan kita pada bhs Indonesia? bhs pemersatu lo..... ,budaya bangsa....
Bilingual, bukannya sejak dulu guru2 kita sudah mengajar dengan dua bahasa?
Bhs Indonesia plus bhs Kutai (guru yg mahir brbhsa Kutai), Bhs Indonesia plus Bhs Banjar (Guru yg mahir berbhs Banjar)....dan saya yakin banyak lagi bilingual2....yang terjadi dengan kombinasi2 unik lainnya. Dan itu sudah membuat Indonesia sedemikian kayanya.

Sebagai orang awam saya cuma bertanya2 apa hebatnya ya.... menginternasional tapi ga' unik.
Bahkan salah satu negara yang menjadi rujukan sebagai sekolah Internasional,seorang pakar pendidikannya merasa aneh aja, dengan standar2 itu. Karena pendidikan itu kebutuhan bukan label.

Jadi memang wajar saja jika di UAN kemarin, Bahasa Indonesia adalah materi yang menduduki peringkat tertinggi dalam "ketidak lulusan", salah siapa?

Indonesia kaya, Indonesia Unik, marilah menginternasional dengan kekayaan kita. Cintai Bahasa Indonesia kita, boleh kita mengenal dan mempelajari banyak bahasa negara lain tapi, jadikan Bahasa Indonesia adalah yang terpenting.
Sempat berdialog dengan seorang pakar pendidikan, beliau memelesetkan RSBI( Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) menjadi rintisan sekolah bertarif internasinal.....hehehehe.
... dipikir2 bener juga, setelah dilihat dana utk sarana dan prasananya saja alamak......
Sudah gitu...menurut ICW, RSBI juga rawan korupsi..... alaaahhh, kasus korupsi yang ada aja belum kelar, masak mau di tambah lagi..... Nanti Kasian.... penjaranya ga' cukup....truss, pemerintah mengadakan dana lagi donk untuk membangun penjara....nah, duit2....lagi....
Bukannya yang dibutuhkan saat ini dalam sektor pendidikan adalah pemerataan dan peningkatan kualitas secara berkesinambungan?

Bagaimana jika RSBI kita ubah menjadi :
- Rasa Sayang Bahasa Indonesia
- Rasa Sayang Bangsa Indonesia
- Rasa Sayang Bangga Indonesia
- Rasa Sayang,Bahagia Indonesia


Gimana.... saran dan kritiknya donk......

2 Gemuk, 1 Sedang, 1 Kurus

Hehehe... Ini cuma satu catatan ringan. Dari satu moment di kesempatan mengikuti kelompok diskusi.
Hujan yang mengguyur deras hari itu di hangatkan dengan 4(empat) kelompok penyaji, dengan masing2 Rencana Anggara Belanja ....
Diskusi ini bukan untuk mengoreksi satu instansi dgn instansi, diskusi ini lebih di tekankan pada seberapa efektif dan efisiennya, pengalokasian dana yg akan atau sudah akan pasti di dapat...., hehehe...sedikit ribet memang, karena akan bicara dana/uang...tapi ada dan tidaknya masih tanda tanya.....(boleh ketawa.....)

Kelompok 1 (Gemuk)...
Dengan Rombel yg banyak dan siswa hampir seribu orang jika saya tuliskan disini bahwa salah satu pos penerimaannya mencapai hampir 2M... Tdk berlebihankan.....
Sayangnya kelompok penanya(audiens) sekaligus korektor, lebih menyoroti pos2 penerimaan lain yg tidak di bawa ke ranah diskusi, karena menurut audiens jadi kurang berarti jika diskusi cuma menampilkan satu pos penerimaan tanpa pos2 penerimaan lain berarti kurang transparan....
Tapi secara apik kelompok 1, bertahan dg pernyataannya bahwa ini semua tidak mengurangi subtansi diskusi, karena yg di soroti adalah efektif & efisien nya. Bukan masalah, dari mana saja pos2 penerimaan,karena jika semua di tampilkan maka akan melebar dan tidak fokus.
Cukup hangat penyajian itu, karena tarik ulur pada perlu dan tidaknya semua di tampilkan, satu lagi audiens menangkap satu arogansi pada satu otoritas seorang 'leader'....
Pada pengalokasian, tdk perlukan byk individu, bukannya perwakilan2 yg mumpuni itu sudah cukup..... Dan sebagai leader...tidak adil jika cepat2 di nilai arogan pada satu keputusan, jika keputusan tsb begitu menunjang tercapainya 'misi2' instansi....ya kan...
Dan ke khas an seorg 'leader' mmg hrs ada krn dia punya otoritas untuk itu. Yg terpenting disini sang leader tetap mengikut sertakan perwakilan2 dari beberapa jurusan pada penyusunan rancangan tsb.
Secara akumulatif tujuan diskusi tsb blm tercapai karena rada melenceng dari yg di targetkan Profesornya.

Kelompok 2 (sedang)
Dengan total dari beberapa pos penerimaan yg jauh di bawah kelompok 1, itu semua tidak mengurangi makna begitu kerja kerasnya setiap komponen di instansi tersebut.
O ya, masih bisa memberi anggotanya THR.... Walau di akui nilainya masih jauh dari 'cukup' tapi ketersediaanya di keterbatasan adalah tetap sebagai penghargaan tak ternilai... (Alhamdulillah..)
Menarik, kala ada testimoni dari sang leader.... "Dng keterbatasan ini, kami untuk mengalokasikn by pulsa di saat kami betul2 perlu utk berkomunikasi, setiap dari kami hrs berfikir ekstra keras, karena pos tsb mmg tak boleh ada.....(dilema ya.., mau pasang telpon lbh tak terjangkau, pake HP pribadi....pulsanya.... plisss dech)...tapi, komunikasi dengan instansi lain itu penting, jadi...kesimpulannya sang 'leader' harus rogoh kocek sendiri...salut.

Kelompok 3 (ramping)

Instansi ini ramping tapi...hebat...
Yah memang hebat karena tegar berdiri dan eksis di keterbatasan klasik. Dan ironisnya justru instansi yg ramping spt ini justru yg paling byk ada di negara yg konon katanya gemah ripah loh jinawi. Hehehehe....
Beberapa ketertarikan bisa saya tuliskan disini, ketika sang 'leader' memaparkan satu alokasi dananya adalah untuk 'dana bantuan siswa'... Di keadaan yg sangat2 terbatas, jajaran yg beliau pimpin masih mampu menyeleksi beberapa siswa yg bisa benar2 bebas biaya. Dan siswa yg berprestasi mendapatkan 'bea siswa'.... Sementara pos penerimaan cuma mengandalkan linkungan sendiri dan pos2 lain yg hehehe...jg belum pasti....
Pribadi saya sangat ingin belajar dari mereka.
Yang lebih 'wwuuiiihh'.... Guru yg mengajar disitu, ketika perekrutan, betul2 di pahamkan pd "jika anda menjadi guru disini untuk mencari gaji, anda salah masuk, kami tdk bs menjanjikan nominal uang untuk menggaji anda", dengan kejujuran itu, bisa di bayangkan 'niat' guru2 yg terlibat di situ.... Dan itu, masih bisa mencetak siswa berprestasi pula.....(boleh ndak sy ikut gabung di instansi Bp?....jd pingin ikutan..)

Kelompok 4 (extra large)

Dengan label unggulan. Apa yg perlu di pusingkan? Dg dana 6 jt persemester persiswa....(hampir sama dg by di program S2), tapi dg segala fasilitas dan nilai 'prestice' yg diingini orang tua siswa, tetap nilai itu adalah sah-sah aja ya....
Di luar extra large nya dana yg mereka kelola, saya teringat pada salah seorg anak teman yg pernah sekolah di tempat tersebut walau sesaat (cuma satu semester).
Teman saya (mami dari siswa tsb) memindahkan anaknya dari sklh label unggulan ke sekolah 'biasa' saja, ketika dari mulut anaknya terucap..."mami, aku tdk bisa belajar maksimal di situ, sebab, jadwalnya terlalu padat dan aku cuma bisa ngantuk saat pelajaran berlangsung, fisikku terlalu capek..."

Dri ke 4 klompok tsbt,bisa dipetik manfaat :
- diketerbatasan tdk serta merta memasung kreatifitas & kebersamaan.
-di keberadaan yg berlimpah jg tdk menjdi jaminan sbuah 'kenyamanan' utk sbuah pmbelajaran.

Di dedikasikan utk ke 4 klpk presentasi Minggu 9 mei 2010